Pengantar Diktat Hukum

Assalamu'alaikum wa rahmatullah wa barakatuh,

Ma'af untuk konten atau materi yang ada memang tidak semuanya merupakan postingan/tulisan saya sendiri, namun demikian hal tersebut saya maksudkan memang untuk memenuhi subyektifitas tematik.

dan saya memohon ma'af apabila memang ada sebagian dari posting atau tulisan yang tidak atau belum diterbitkan dengan ijin penulis aseli, akantetapi posting/tulisan tersebut tetap saya tampilkan secara aseli beserta penulis, dan bila memang ada yang belum/tidak terdapat nama dan sumber aseli maka sekali lagi saya mohon ma'af atas kealpaan saya hingga lupa dari blog atau/situs mana saya memperolehnya pada saat mengkopi.

sekali lagi harap maklum dan saya akan terima komentar serta kritik melalui media penghubung yang telah saya sediakan.

dikarenakan blog/site ini hanyalah sekedar sarana berbagi materi, teori dan doktrin dalam bidang hukum semata, namun saya usahakan bahwa posting berdasarkan kajian saya pribadi akan saya sampaikan kemudian - dan memang saat ini belum semuanya dapat saya upload dikarenakan sesuatu kepentingan profesional.

blog dari blogger yang punya profesi sebagai praktisi hukum, sekedar share tentang ilmu dan keilmuan hukum secara teori dan praksis serta pengetahuan umum.

terimakasih,

wasalam.


Agung Pramono

Perdata bag. 5 (Putusan)

Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 5/1959 tanggal 20 April 1959 dan No. 1/1962 tanggal 7 Maret 1962 menginstuksikan kepada para hakim agar pada waktu putusan pengadilan tersebut diucapkan, konsep putusan harus telah dipersiapkan. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah adanya perbedaan antara bunyi putusan yang diucapkan hakim di depan persidangan yang terbuka untuk umum dengan yang tertulis.
Putusan hakim harus dibacakan di depan persidangan yang terbuka untuk umum bila hal tersebut tidak dilaksanakan maka terhadap putusan tersebut terancam batal, akan tetapi untuk penetapan hal tersebut tidak perlu dilakukan .

Setiap putusan hakim harus dituangkan secara tertulis  dan ditandatangani oleh ketua sidang dan panitera yang memeriksa perkara tersebut. Berdasarkan pasal 187 HIR apabila ketua sidang berhalangan menandatangani maka putusan itu harus ditandatangani oleh hakim anggota tertua yang telah ikut memeriksa dan memutus perkaranya, sednangkan apabila panitera yang berhalangan maka untuk hal tersebut cukup dicatat saja dalam berita acara. 
selengkapnya klik di:
https://docs.google.com/document/pub?id=1JzA7GsfEW4qXfZvNot1254EbiIRjfQ1DoETHQt1BOPg

0 komentar :

Posting Komentar

komen atau kritik dipersilakan selama nggak nyangkut SARA atau hal sensitif lain.
karena saya sendiri nggak punya ilmu-nalar-logika yang mumpuni buat njaga agar nggak keluar jalur.

It's just Me

Foto Saya
Agung Pramono
lelaki, suami, ayah, teman
Lihat profil lengkapku

Mapping

My Books