1. UBI SOCIETAS, IBI JUS (di mana ada masyarakat, di situ ada hukumnya). IUS CURIA NOVIT (seorang hakim dianggap tahu akan hukumnya).
2. LEX SEMPER DABIT REMEDIUM – The law always give a remedy (hukum selalu memberi obat). EQUUM ET BONUM EST LEX LEGUM (apa yang adil dan baik adalah hukumnya hukum).
3. LEX NEMINI OPERATUR INIQUUM, NEMININI FACIT INJURIAM – The law works an injustice to no one and does wrong to no one (hukum tidak memberikan ketidakadilan kepada siapapun dan tidak melakukan kesalahan kepada siapapun). DROIL NE DONE, PLUIS QUE SOIT DEMAUNDE – The law give no more than is demanded (hukum memberi tidak lebih dari yang dibutuhkan).
4. LEX REJICIT SUPERFLUA, PUGNANTIA, INCONGRUA – The law rejects superfluous, contradictory, and incongruous things (hukum menolak hal yang bertentangan dan tidak layak). DORMIUNT ALIQUANDO LEGES, NUNQUAM MORIUNTUR – Laws sometimes sleep but never die (hukum terkadang tidur, tetapi hukum tidak pernah mati).
5. INDE DATAE LEGES BE FORTIOR OMNIA POSSET – Law were made lest the stronger should have unlimited power (hukum dibuat, jika tidak maka orang yang kuat akan mempunyai kekuasaan tidak terbatas).
6. FIAT JUSTITIA RUAT COELUM atau FIAT JUSTITIA PEREAT MUNDUS – Let justice be done though the heaven should fall (sekalipun esok langit akan runtuh, meski dunia akan musnah, atau walaupun harus mengorbankan kebaikan, keadilan harus tetap ditegakkan). JUSTITIAE NON EST NEGANDA, NON DIFFERENDA – Justice is not to be denied or delayed (keadilan tidak dapat disangkal atau ditunda).
7. LEX DURA, SED TAMEN SCRIPTA (sekalipun isi undang-undang itu terasa kejam, tetapi memang demikianlah bunyinya, dan harus dilaksanakan). LEX DURA SED ITA SCRIPTA atau LEX DURA SED TAMENTE SCRIPTA (undang-undang adalah keras tetapi ia telah ditulis demikian – pasal 11 KUHP).
8. LA BOUCHE DE LA LOI / LA BOUCHE DE DROIT – Spreekhuis van de wet (apa kata UU itulah hukumnya).
Hakim adalah corong atau mulut undang-undang. Menurut paham ini, hakim bukan saja dilarang menerapkan hukum di luar undang-undang. Penafsiran terhadap undang-undang adalah wewenang pembentuk undang-undang dan bukan wewenang hakim.
Yang benar: Hakim bukan mulut atau corong undang-undang, melainkan mulut atau corong keadilan (Bagir Manan, 2005 : 10).
9. INTERPRETATIO CESSAT IN CLARIS (jika teks atau redaksi UU telah terang benderang dan jelas, maka tidak diperkenankan lagi menafsirkannya, karena penafsiran terhadap kata-kata yang jelas sekali berarti penghancuran – interpretation est perversio). ABSOLUTE SENTIENFIA EXPOSITORE NON INDIGET – Simple Proposition Needs No Expositor (sebuah dalil yang sederhana tidak membutuhkan penjelasan lebih lanjut).
10. EQUALITY BEFORE THE LAW (setiap orang bersamaan kedudukannya dalam hukum). AUDI ET ALTERAM PARTEM atau AUDIATUR ET ALTERA PARS (para pihak harus didengar. Apabila persidangan dimulai, hakim harus mendengar dari kedua belah pihak yang bersengketa, bukan hanya dari satu pihak saja).
11. UNUS TESTIS NULLUS TESTIS (satu orang saksi bukanlah saksi – pasal 185 ayat 2 KUHP). TESTIMONIUM DE AUDITU (kesaksian dapat didengar dari orang lain).
12. SIMILIA SIMILIBUS (dalam perkara yang sama harus diputus dengan hal yang sama pula, tidak pilih kasih). BIS DE EDEM RE NE SIT ACTIO atau NE BIS IN IDEM (untuk perkara sama dan sejenis tidak boleh disidangkan untuk yang kedua kalinya – pasal 76 KUHP).
13. SUMMUM JUS SUMMA INJURIA; SUMMA LEX SUMMA CRUX (keadilan yang setinggi-tingginya dapat berarti ketidakadilan tertinggi).
14. ACCIPERE QUID UT JUSTITIAM FOCIAS NON EST TEAM ACCIPERE QUAM EXIORQUERE – To accept anything as a reward for doing justice is rather estorting than accepting (menerima sesuatu sebagai imbalan untuk menegakkan keadilan lebih condong ke tindakan pemerasan, bukan hadiah).
Related Posts:
Adagium
0 komentar :
Posting Komentar
komen atau kritik dipersilakan selama nggak nyangkut SARA atau hal sensitif lain.
karena saya sendiri nggak punya ilmu-nalar-logika yang mumpuni buat njaga agar nggak keluar jalur.